Budaya Muna : Perkelahian Kuda (Pogiraha Adara)
Pogiraha Adara dan Pulau Muna: Hiburan Naluri Purba Rakyat Pulau Kuda
Keindahan bawah laut Wakatobi telah
memukau banyak petualang. Akan tetapi, tahukah Anda bahwa pesona budaya
di atas daratannya juga tak kalah memukau. Salah satunya yang patut
dilihat adalah atraksi di Raha, ibu kota Pulau Muna. Pulau Muna adalah sebuah pulau di lepas pantai Sulawesi Tenggara. Temukan di sini atraksi adu kuda tradisional yang dapat mengimbangi kepuasan nikmatnya keindahan bawah laut Wakatobi.
Masyarakat Muna mengenal adu kuda ini dengan sebutan Pogeraha Adara.
Tradisi ini menggambarkan betapa kuda begitu penting dalam kehidupan
sehari-hari masyarakatnya. Bisa jadi karena tradisi inilah pula
kemudian Pulau Muna dikenal sebagai Pulau Kuda. Salah satu yang kental
dengan penamaan ini adalah penduduk Desa Lathugo di Kecamatan Lawa yang
masih melestarikan Pogeraha Adara. Sehari-hari pun mereka banyak yang memakai kuda meski sarana transportasi sudah modern.
Setiap tahun sedikitnya 3 kali atraksi
adu kuda digelar di lapangan terbuka Kecamatan Lawa, sekitar 20 km dari
Raha. Acara ini biasanya digelar setiap HUT Kemerdekaan RI, Hari Raya
Id Fitri, dan Id Adha. Kecuali itu Anda dapat menemukannya di Desa
Lathugo, Kecamatan Lawa, karena di sini adu kuda diselenggarakan tiap
bulan.
Saatnya Anda mencicipi pengalaman budaya yang berbeda, unik, dan menarik dalam Pogiraha Adara di Pulau Muna
Atraksi ini adalah peninggalan
raja-raja Muna. Awalnya pertunjukan adu kuda ini dimaksudkan sebagai
penghormatan raja kepada tamu-tamu penting yang datang dari Pulau Jawa
atau daerah lain. Sekarang, atraksi ini secara rutin digelar bertepatan
pada hari-hari besar. Makna Pogiraha Adara mencerminkan kekuatan dan keuletan dalam melaksanakan tugas yang diamanatkan sekalipun harus
Atraksi Pogeraha Adara dimulai
dengan menampilkan kuda-kuda betina yang dipimpin seekor kuda jantan
yang berbadan besar dan beringas. Di tempat lain, dimunculkan seekor
kuda jantan dengan ukuran fisik sama besar. Kuda jantan itu akan
berusaha mendekatkan dirinya ke kuda-kuda betina yang dipimpin seekor
kuda jantan tadi. Akibatnya kuda jantan yang memimpin sejumlah kuda
betina akan terpancing marah saat melihat kuda jantan asing mendekati
kawanan kuda betinanya. Kedua kuda jantan sama besar ini telah dibuat
gelisah dan saling iri satu sama lain hingga akhirnya bertarung. Siapa
yang keluar sebagai pemenang maka akan mendapatkan kuda betina.
Kuda yang diadu adalah kuda jantan liar
dari alam bebas. Uniknya, untuk menangkap kuda jantan liar tersebut
tidak memakai laso tetapi seorang meintarano (pawang kuda) akan menirukan suara kuda betina sebagai pemancing. Jika kuda jantan mendekat maka sang meintarano
tinggal menangkapnya. Kuda yang ditangkap kemudian dijinakan dan
dilatih di sebuah lapangan dengan mengelus-elus hidung, telinga, hingga
ke punggung kuda. Kuda yang diadukan tersebut khusus dipelihara memang
untuk perkelahian.
Setelah perkelahian maka luka-luka di
badan kuda akan diobati dengan gerusan campuran karbon dari baterai
bekas dan minyak tanah. Obat ini dipercaya mencegah infeksi dan luka
akan cepat mengering. Setelah sembuh kuda aduan itu akan dilepaskan
kembali ke alam bebas untuk kemudian suatu hari mungkin ditangkap
kembali untuk memenuhi naluri purba rakyat Pulau Kuda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar